Rabu, 29 Januari 2014

BAHASA JURNALISTIK: Bahasa Jurnalistik Tutur Radio dan Televisi



Menulis Untuk Radio. Bahasa jurnalistik bersifat umum, akan tetapi bahasa jurnalistik radio atau surat kabar bersifat khusus. Sifat radio siaran lebih banyak dipengaruhi dimensi verbal (penyusunan kata, kalimat, dan paragraf secara efektif dan komunikatif),  teknologikal (daya pancar radio yang dapat ditangkap dengan jelas di pesawat radio), dan fisikal (kemampuan pendengaran khalayak pada setiap pesan kata atau efek suara yang disampaikan.[1]

Sifat siaran radio meliputi tiga hal, yaitu auditif  (bersifat hanya sepintas lalu saja), mengandung gangguan (teknis dan saluran), akrab (akrab antara penyiar dan pendengarnya). Kriteria berita radio, yaitu: akurat, seimbang, dan adil sesuai syarat-syarat ideal jurnalisme yang objektif, interpretasi, dan konten yang original.[2]

Bahasa Jurnalistik Radio memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (Sumadiria, 2008:117-120)

1.      Kata-kata sederhana, yaitu mengutamakan dan memilih kata atau kalimat yang banyak diketahui maknanya oleh pendengar.
2.      Angka-angka dibulatkan, yaitu penyajian kata yang dibulatkan agar pendengar tidak kesulitan mencerna pesan dari penyiar.
3.      Kalimat-kalimat ringkas, yaitu berita disajikan secara ringkas karena efisiensi waktu dan daya tangkap pendengar yang terbatas.
4.      Susunan kalimat rapi, yaitu runtut, sistematis, beraturan, tidak meloncat-loncat.
5.      Susunan kalimat bergaya percakapan, yaitu kalimat tidak kaku, formal, lurus, dan monoton sehingga bahasa radio harus akran dan tidak ada jarak antara pendengar dan penyiar.
6.      Kata umum dan lazim, yaitu menulis kata-kata yang lazim dipakai yang paling mudah dipahami oleh semua pendengar.
7.      Kata tidak melanggar kesopanan, yaitu tidak menggunakan kata-kata tidak sopan, vulgar, hujatan, atau makian yang melanggar norma sosial, budaya, dan agama.
8.      Kata-kata yang mengesankan, yaitu tulisan yang mengesankan agar enak didengar oleh pendengar.
9.      Pengulangan kata-kata yang penting, yaitu penegasan atau penekanan pada kata-kata yang penting agar pendengar lebih paham dalam mendengarkan.
10.  Susunan kalimat logis, yaitu tulisan yang sesuai akal sehat.

Selanjutnya, terdapat lima asas yang senantiasa harus diingat untuk menulis berita radio, yaitu diucapkan, sekarang dan bersifat langsung, antarorang, terdengar hanya satu kali, dan hanya merupakan bunyi.[3]

Menulis Untuk Televisi. Sebagai media komunikasi massa, televisi memiliki empat ciri pokok, yaitu bersifat tidak langsung, artinya harus melalui media teknis, bersifat satu arah, artinya tidak ada interaksi antara peserta-peserta komunikasi, bersifat terbuka, yaitu ditujukan untuk khalayak yang tidak terbatas dan anonim, dan mempunyai publik yang secara geografis tersebar.[4]

Prinsip Menulis Untuk Televisi. Bahasa televisi, dirancang secara teknis untuk memadukan gambar, kata-kata dan suara sekaligus pada saat bersamaan dan stimulan. Berikut prinsip-prinsip menulis untuk televisi: (Sumadiria, 2008:131-135)

1.      Gaya bahasa yang sederhana, yaitu menulis dengan gaya yang ringan dan bahasa yang sederhana sehingga dapat dibaca dengan mudah dan singkat.
2.      Gunakan prinsip ekonomi kata, yaitu penggunaan kata yang efektif dan efisien, sehingga penyampaian informasi menjadi jelas.
3.      Gunakan ungkapan lebih pendek, contoh melakukan aksi unjuk rasa diganti menjadi berunjuk rasa.
4.      Gunakan kata sederhana, yaitu yang bisa dimengerti oleh semua orang.
5.      Gunakan kata sesuai konteks, yaitu misalnya konteks berita tentang hukum menggunakan kosa kata tentang huku, seperti terdakwa.
6.      Hindari penggunaan bombastis, yaitu ungkapan bias, hiperbola atau berlebihan.
7.      Hindari ungkapan klise dan eufemisme.
8.      Gunakan kalimat tutur, yaitu kalimat tutur atau percakapan yang akrab dan santai.
9.      Gunakan kata yang sederhana, yaitu yang lebih pendek.
10.  Reporter harus objektif dan netral.
11.  Jangan mengulangi informasi, yang sudah disampaikan dalam intro ke bagian naskah berita.
12.  Istilah harus diuji kembali, yaitu istilah harus diuji kembali apakah masih relevan dan kontekstual dengan situasi yang berkembang.
13.  Harus kalimat aktif dan tersruktur, yaitu mengikuti struktur subjek-objek-predikat.
14.  Jangan terlalu banyak angka dalam kalimat, kecuali diberi grafik khusus, agar penonton dapat mencerna informasi dengan mudah.
15.  Hati-hatilah mencantumkan nama korban, yaitu berikan jumlah korban atau kerusunan dalam angka kisaran. (Morissan, 2005:90-101).




[1] Drs. AS Haris Sumadirian. M.Si, Bahasa Jurnalistik, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008),  hal. 114

[2] Santi Indra Astuti, S.Sos., M.Si., Jurnalisme Radio Teori dan Praktik, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008), hal. 65-66
[3] Drs. AS Haris Sumadirian. M.Si, Bahasa Jurnalistik, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008),  hal. 120
[4] Ibid, hal. 128

Tidak ada komentar:

Posting Komentar