Rabu, 29 Januari 2014

BAHASA JURNALISTIK: Sejarah, Definisi, Fungsi, dan Kendala dalam Bahasa Jurnalistik


Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa Indonesia mempunyai ragam bahasa tersendiri. Jika dilihat dari penggunaannya pada bidang-bidang kegiatan atau keilmuan dikenal ragam-ragam seperti, ragam ilmiah, ragam sastra, ragam militer, ragam hukum, ragam jurnalistik, dan lainnya.[1] Setiap ragam itu mempunyai ciri-ciri tersendiri.

Ragam bahasa jurnalistik telah memiliki posisi yang semakin kuat di masyarakat, bahkan telah menjadi entitas ragam bahasa baru yang memiliki dinamika yang pesat. Dengan menyebut istilah bahasa koran, bahasa radio, dan bahasa televisi, ragam bahasa jurnalistik telah dinikmati masyarakat.[2]

Sejarah Bahasa Jurnalistik
 Dari tahun ke tahun, bahasa jurnalistik terus berkembang di kalangan pers  dan jurnalis. Pertumbuhan bahasa jurnalistik ini di awali  pada abad ke-19 sebagai zaman produksi. Sebagai produknya adalah teknologi yang disempurnakan, sehingga pola massal digunakan komunikasi yang tidak lagi sekedar antarpersonal atau antarkelompok.[3]

Selanjutnya, mesin industri mempengaruhi ruang dan waktu komunikasi yang diatur mesin-waktu informasi. Mesin komunikasi massa tersebut mencakup ruang percakapan publik sosial melalui surat kabar, majalah, fotografi, radio, film, televisi, dan lainnya. Semakin lama berkembang semakin canggih dengan pola komunikasi penyempurna interaksi masyarakat dalam memahami pesan publik.[4]

Pada paruh pertama abad ke-20 seorang wartawan Amerika, Lippmann menulis bahwa kata-kata seing berarti seluruh rangkaian, tindakan, pikiran, perasaan, dan akibat. Hal ini menegaskan bahwa media massa dalam mengolah kata dari pemikiran, sikap, dan tindakan masyarakat dam sebuah berita. Oleh karena itu, bahasa jurnalistik menjadi penyampai ruang dan waktu kemasyarakatan.[5]


Bahasa jurnalistik di Indonesia diistilahkan oleh Sejarawan Taufik Abdullah pada  masa pers yang terbit pada abad ke-19 samapai abad ke-20 sebagai periode prasejarah pers nasional. Bahasa menjadi alat penentu pengembangan kesadaran masayarakat.[6] Sampai sekarang, dalam perkembangannya bahasa pers (jurnalistik) menjadi salah satu ragam bahasa Indonesia.
Definisi Bahasa Jurnalistik

            Wartawan Senior, Rosihan Anwar menyatakan bahwa bahasa pers adalah salah satu ragam bahasa yang memiliki sifat-sifat khas yaitu: singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas, dan menarik. Dalam kosa kata, bahasa jurnalistik mengikuti perkembangan dalam masyarakat. (Anwar, 1991:1).[7] Dengan begitu bahasa jurnalistik harus jelas dan mudah agar dipahami masyarakat.

Selanjutnya, bahasa jurnalistik didefinisikan sebagai bahasa yang digunakan oleh para wartawan, redaktur, atau pengelola media massa dalam menyusun dan menyajikan, memuat, menyiarkan, dan menayangkan berita serta laporan peristiwa atau pernyataan yang benar, aktual, penting, dan atau menarik dengan tujuan agar mudah dipahami isinya dan cepat ditangkap maknanya.[8]

Fungsi Bahasa Jurnalistik
Sebagai salah satu ragam bahasa Indonesia, bahasa jurnalistik mempunyai fungsinya sebagai bahasa yang hadir di masyarakat, yaitu: sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri, sebagai alat komunikasi, sebagai alat mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, dan sebagai alat untuk mengadakan kontrol sosial. (Keraf, 2001: 3-7). [9]
Kendala Bahasa Jurnalistik

Di antara beberapa kendala  dalam bahasa jurnalistik adalah adanya penyimpangan bahasa jurnalistik dibandingkan dengan bahasa Indonesia yang baku, seperti kesalahan sintaksis (tata bahasa dan struktur kalimat), kesalahan ejaan, dan kesalahan pemenggalan kata dalam kalimat.[10]

Fauziah Muslimah/1110051100059/Jurnalistik IV B



[1] Abdul Chaer, Bahasa Jurnalistik, (Jakarta: Bineka Cipta, 2010), hal. 2
[2] Syarifudin Yusuf, Jurnalistik Terapan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010), hal. 80
[3] Septiawan Santana, Jurnalisme Kontemporer, (Jakarta: Yayasan, 2005), hal. 151
[4] Ibid
[5] Ibid, hal. 153
[6] Septiawan Santana, Jurnalisme Kontemporer, (Jakarta: Yayasan, 2005), hal. 159
[7] Drs. As Haris Sumadiria, M.Si, Bahasa Jurnalistik, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), hal. 6
[8] Ibid, hal. 7
[9] Ibid, hal. 8-9
[10] Setiawan Santana K, Jurnalisme Kontemporer, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), hal. 159

Tidak ada komentar:

Posting Komentar