Pembahasan
ini difokuskan pada kesalahan yang sering dalam penulisan EYD untuk berita,
antara lain: penulisan huruf kapital, huruf miring, kata turunan, bentuk ulang,
gabungan kata, partikel, singkatan, akronim, angka, dan penulisan lambang
bilangan. Diantara adalah: (Haris Sumadiria, 2006: 98-112)
A.
Penulisan
Huruf Kapital
Dalam
penulisan huruf kapital, kita harus mengetahui kata mana yang harus ditulis
dengan huruf kapital, dan mana yang tidak, agar tidak terjadi kerancuan.
1. Jabatan
tidak diikuti nama orang
Huruf
kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang
diikuti nama orang atau nama pengganti orang tertentu, nama instansi atau nama
tempat. Contoh: Departemen Pendidikan Nasional, Gubernur Tangerang, dan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Akan
tetapi, huruf kapital tidak digunakan sebagai huruf pertama nama jabatan dan
pangkat yang tidak diikuti nama orang, atau tempat. Hal ini menunjukan bahwa
bahasa jurnalistik adalah bahasa yang demokratis. Contoh: Setiap daerah
dipimpin oleh gubernur.[1]
2. Huruf
pertama nama bangsa
Huruf
kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bnagsa, dan bahasa.
Contoh, bahasa Indonesia, suku Betawi, dan bahasa Arab. Akan tetapi, huruf kapital tidak digunakan sebagai huruf
pertama nama bangsa, nama suku, dan bahasa yang dipakai bentuk unsur kata
turun. Misalnya, pengindonesiaan kata
asing, keinggris-inggrisan, dan kejawa-jawaan.
3. Nama
geografi sebagai nama jenis
Huruf
kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi
unsur nama diri. Contoh, mandi di sungai,
berkunjung ke danau, dan menyebrangi selat. Lain hal jika nama geografi
diikuti nama diri geografinya, maka itu ditulis sebagai huruf kapital pertama.
Misalnya, menyebrangi Selat Sunda,
berkunjung ke Danau Maninjau, dan
berenang di Sungai Citarum.
4. Setiap
unsur bentuk ulang sempurna
Huruf
kapital digunakan sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang
terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah, dan ketatanegaraan, serta dokumen
resmi. Contoh, Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia, Perserikatan Bangsa-Bangsa.
5. Penulisan
kata depan dan kata sambung
Huruf
kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata
ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar dan judul karangan
kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak
pada posisi awal. Contoh, mahasiswa menyelesaikan makalah Asas-Asas Hukum Perdata, Majalah Bahasa dan Sastra.
B.
Penulisan
Huruf Miring
Ketentuan
penulisan huruf miring hanya berlaku pada tiga hal saja, yaitu penulisan nama
buku dan surat kabar, penegasan atau pengkhususan kata, dan penulisan kata nama
ilmiah. [2]
1. Penulisan
nama buku
Penulisan huruf miring ditegaskan
dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam
tulisan. Misalnya, Surat Kabar Kompas, Buku Ranah
Tiga Warna, dan Majalah Tempo.
2. Penulisan
penegasan kata
Huruf miring digunakan untuk menegaskan
atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata. Misalnya, Dia
sebenarnya mencintai boat modeling
sejak 1970-an, Bab ini tidak
membicarakan pemakaian huruf kapital.
3. Penulisan
kata ilmiah
Huruf miring digunakan untuk
menuliskan kata nama ilmiah dan ungkapan bahasa asing kecuali yang telah
disesuaikan ejaannya. Misalnya, Politik devide
et empira pernah digunakan negara ini. Negara itu telah mengalami empat
kali kudeta militer.
C.
Penulisan
Kata Turunan
Kata
ynag berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan, sedangkan imbuhan berupa
awalan, sisipan, akhiran, ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Jika bentuk
kata dasar berupa gabungan kata, maka awalan atau akhiran ditulis serangkai
dengan kata yang megikuti atau mendahuluinya.
1. Gabungan
kata dapat awalan akhiran
Jika bentuk dasar yang berupa
gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu
ditulis serangkai. Contoh, bertepuk
tangan, dilipatgandakan, sebar luaskan, dan pertanggungjawaban.
2. Gabungan
kata dalam kombinasi
Jika salah satu unsur gabungan kata
hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai. Contoh, antarkota, pascapanen, antikekerasan,
narapidana, dan antibiotik.
D.
Penulisan
Gabungan Kata
Gabungan
kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya
ditulis terpisah. Contoh gabungan kata yang harus ditulis terpisah: duta besar, mata kuliah, kereta api, kepala
sekolah, dan rumah sakit umum.
1. Penulisan
gabungan kata istilah khusus
Gabungan kata, termasuk istilah
khusus yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda
hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan. Contoh, kiri-kanan jalan, anak-istri saya, dan ibu-bapak kami.
2. Penulisan
gabungan kata serangkai
Gabungan kata berikut harus ditulis
serangkai, yaitu acapkali, peribahasa,
sukacita, saputangan, matahari, darmawisata, mahasiswa, dan belasungkawa.
E.
Penulisan
Partikel
Ketentuan
penulisan partikel terbagi atas tiga jenis. Pertama, partikel –lah, -kah, -dan
–tah. Kedua, penulisan partikel -pun. Ketiga, penulisan partikel –per.
Ketentuan ini menyatakan pertikel –lah, -kah, -dan –tah ditulis serangkai
dengan kata yang mendahuluinya. Contoh: bacalah,
tidurlah, apakah, siapakah, dan
apatah. [3]
1. Penulisan
partikel pun
Partikel pun ditulis terpisah dari
kata yang mendahuluinya. Contoh partikel pun yang harus ditulis terpisah: apa
pun, kapan pun, sepuluh kali pun, adik pun membaca. Sedangkan partikel pun yang
harus ditulis serangkai: adapun, maupun, kenadatipun, meskipun, dan walaupun.
2. Penulisan
partikel per
Partikel per yang berarti mulai,
demi, dan tiap ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau
mengikutinya. Contoh partikel per yang harus ditulis terpisah: para tersangka
diperiksa satu per satu, harga kain itu Rp50.000, 00 per helai.
F.
Penulisan
Singkatan
Singkatan
adalah bentuk yang dipendekkan terdiri atas satu huruf atau lebih. Singkatan
nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta
nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata tulis dengan huruf kapital
dan tidak diikuti dengan tanda titik. [4]
1. Penulisan
singakatan umum tiga huruf
Singkatan umum yang terdiri atas
tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik. Contoh: dan lain sebagainya
disingkat dlsb.; frasa dan lain-lain disingkat menjadi dll. Kaidah bahasa
jurnalistik dengan tegas melarang pemakaian singkatan umum seperti ini dalam
setiap karya jurnalistik seperti tajuk rencana, pojok, artikel, berita, surat
pembaca, teks foto, dan feature,
begitu juga pada judul-judulnya. Alasannya, pemakaian singkatan ini tidak
mencerminkan bahasa yang ringkas-tegas-jelas dan sederhana.
2. Penulisan
singakatan mata uang
Lambang kimia, singkatan satuan
ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik. Singkata
kilogram )kg) dan lambang mata uang rupiah (Rp) tidak diikuti dengan tanda
titik.
G.
Penulisan
Akronim
Akronim
ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun
gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebgai kata. Ada
dua jenis akronim, pertama akronim nama diri berupa gabungan suku kata, kedua
akronim yang bukan nama diri berupa gabungan huruf. [5]
1. Akronim
nama diri
Akronim nama diri yang berupa
gabungan suku kata atau gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata
darin deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital. Contoh: Universitas
Padjajaran ditulis UNPAD, Dewan Perwakilan Rakyat ditulis DPR.
2. Akronim
bukan nama diri
Akronim yang bukan nama diri berupa
gabungan huruf, suku kata, ataupun
gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf
kecil. Contoh pemilu (pemilihan umum) dan tilang (bukti pelanggaran).
H.
Penulisan
Angka
Pedoman
EYD menetapkan ada empat jenis penulisan angka. Pertama, angka dipakai untuk
menyatakan lambang bilangan atau nomor, contoh untuk angka Arab atau anka
Romawi. Kedua, angka digunakan untuk menyatakan ukuran panjang, berat, luas,
sisi, satuan waktu, nilai uang, dan kuantitas. Ketiga, angka dipakai untuk
lambang nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat, dan keempat,
angka digunakan untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
Dalam
kaidah bahasa jurnalistik, angka harus disederhanakan penulisannya, menjadi Rp
7,86 triliun modal distor, 11,54 miliar batang rokok, agar sederhana dan mudah
dicerna maksudnya oleh pembaca.
I.
Penulisan
Lambang Bilangan
Penulisan
lambang bilangan dengan angka dan dengan huruf, tidak bisa dipakai untuk semua
situasi. Contoh dua ratus dua puluh lima suporter kesebelasan ditangkap.
Seharusnya, 225 suporter kesebelasan ditangkap. Lain hal dengan, Persib Bandung
menguasai ½ lapangan pertandingan, seharusnya ditulis Persib Bandung menguasai
setengah lapangan pertandingan.[6]
1. Penulisan
lambang bilangan satu-dua kata
Penulisan lambang bilangan yang
dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika
beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan
pemaparan. Contoh: Walikota sudah 3 kali mengunjungi korban banjir. Seharusnya
ditulis Walikota sudah tiga kali mengunjungi korban banjir.
2. Penulisan
lambang bilangan awal kalimat
Lambang bilangan pada awal kalimat
ditulis dengan huruf. Jika perlu susunan kalimat diubah sehingga bilangan tidak
dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
Contoh: 19 orang tewas dalam
kecelakaan kereta api pagi ini. Seharusnya: Sembilan belas orang tewas dalam
kecelakaan kereta api pagi ini.
3. Penulisan
lambang bilangan utuh
Angka yang menunjukan bilangan utuh
yang besr dapat dieja sebagian supaya mudah dibaca. Contoh: Dari 20.000.000
penduduk Indonesia, 10 persen masih
mengalami buta huruf . seharusnya Dari 20 juta penduduk Indonesia, 10
persen masih mengalami buta huruf.
4. Penulisan
lambang bilangan angka-huruf
Bilangan tidak perlu ditulis dengan
angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi seperti
akta dan kuitansi. Contoh Peserta ujian mencapai 15.000 (lima belas ribu)
orang. Seharusnya Peserta ujian mencapai 15.000 orang.
DAFTAR PUSTAKA
·
Drs . As Haris
Sumadiria, As Haris. 2006. Bahasa
Jurnalistik. Bandung: Simbiosa
Rekatama Media.
·
Tera, R.I. 2010. Panduan
Pintar EYD: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan.
Yogyakarta: Indonesia Tera.
[1] R.I Tera, Panduan Pintar EYD:
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (Yogyakarta:
Indonesia Tera, 2010), hlm. 8
[2] Drs . As Haris Sumadiria, Bahasa
Jurnalistik (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), hlm. 101-102
[3] Drs . As Haris Sumadiria, Bahasa
Jurnalistik (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), hlm. 106
[4] Drs . As Haris Sumadiria, Bahasa
Jurnalistik (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), hlm. 107
[5] Ibid, hlm. 108
[6] Drs . As Haris Sumadiria, Bahasa
Jurnalistik (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), hlm. 109
Tidak ada komentar:
Posting Komentar