Rabu, 29 Januari 2014

BAHASA JURNALISTIK: Mubazir, Ekonomi, dan Hemat Dalam Bahasa Jurnalistik I



Tanpa meninggalkan substansi pemberitaan, bahasa jurnalistik tetap harus mengacu pada kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Untuk itu bahasa jurnalistik harus memenuhi tiga unsur penting dalam pemakaian bahasanya, yaitu: kelaziman, menggunakan bahasa kepatutan dan sopan santun, kaidah bahasa, yang bertumpu pada ejaan yang disempurnakan (EYD), serta komunikatif, yang bertumpu pada pemakaian bahasa yang maknanya mudah dipahami.[1]

Ekonomi/Hemat Kata
Dalam buku Pengetahuan Dasar Bagi Wartawan Indonesia yang diterbitkan oleh Dewan Pers tahun 1977 terdapat tulisan Goenawan Mohammad tentang bahasa jurnalistik, yaitu: (H. Rosihan Anwar, 2004: 21-22)

“Meski pers nasional yang menggunakan bahasa Indonesia sudah cukup lama usianya, sejak sebelum tahun 1928 (tahun Sumpah Pemuda), tapi sekarang bahasa jurnalistik perlu menuju bahasa jurnalistik Indonesia yang lebih efisien. Artinya lebih hemat dan lebih jelas. Asas hemat dan jelas ini penting untuk reporter, dan editor”. Disinilah masuk gambaran tentang ekonomi kata atau Word economy.

Penerapan ekonomi kata dapat dilakukan dalam dua unsur, yaitu unsur kata dan unsur kalimat.[2] Contoh dalam unsur kata dalah penghematan penulisan kata akan tetapi, tapi cukup dengan satu perkataan saja, yaitu tapi. Menulis agar supaya, dihemat menjadi agar saja, atau supaya.
Penghematan unsur kata juga dapat dilihat dari ejaan yang salah, dan bisa diperbaiki dengan menghemat huruf. Contoh kata khawatir, menjadi kuatir. Kata akhli menjadi ahli. Selanjutnya, beberapa kata mempunyai sinonim yang lebih pendek, seperti tidak disingkat tak, kemudian disingkat lalu, makin disingkat kian.[3]

Contoh dalam unsur kalimat adalah apabila kita selalu berusaha menulis dengan kalimat-kalimat pendek, jadi tidak dengan kalimat majemuk. Kalimat “Olahraga menyehatkan badan” menjadi kalimat pendek dan  efektif dari kalimat “Olahraga badminton, sepak bola, lari pagi, dan senam adalah olahraga yang menyehatkan badan kita yang sakit karena sibuk bekerja”.

Semua urutan kata yang merupakan kalimat yang masuk akal kita adalah kalimat yang memenuhi syarat minimal yaitu sesuai dengan dasar-dasar logika berpikir.[4]  Contoh: Ayah membaca koran. Kata Ayah sebagai subjek (S), membaca sebagai predikat (P), dan koran sebagai obyek (O).

Kata Mubazir
Bahasa jurnalistik adalah bahasa yang membuang kata mubazir, sehingga tercapailah efisiensi bahasa yang menjadi syarat penulisan berita yang baik. Kata mubazir adalah istilah yang pertama kali dilontarkan Rosihan Anwar dalam sidang Kongres Bahasa Indonesia III. Maknanya adalah kata yang bila tidak dipakai tidak akan mengganggu kelancaran komunikasi. Kata mubazir adalah kata yang sifatnya terasa berlebih-lebihan.[5]




[1]Syarifudin Yusuf,  Jurnalistik Terapan  (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 84
[2] H. Rosihan Anwar, Bahasa Jurnalistik Indonesia dan Komposisi  (Yogyakarta: Media Abadi, 2004), Cet. IV, hlm. 22
[3] Septiawan Santana, Jurnalisme Kontemporer  (Jakarta: Yayasan, 2005), hlm. 160
[4] H. Rosihan Anwar, Bahasa Jurnalistik Indonesia dan Komposisi  (Yogyakarta: Media Abadi, 2004), Cet. IV, hlm. 23
[5] Ibid, hlm. 27-28

Tidak ada komentar:

Posting Komentar