Sabtu, 05 September 2015

Lima Tradisi Perayaan Idul Adha di Nusantara



Jelang Hari Raya Idul Adha, banyak masyarakat mempersiapkan diri, mulai dari menyisihkan uang untuk membeli hewan kurban, membuat kepanitian sholat Idul Adha dan prosesi pemotongan hewan, sampai tradisi-tradisi unik yang dilakukan sebelum hari H yang berlangsung di bulan Dzulhijjah setiap tahunnya. Masyarakat di Nusantara mempunyai beragam tradisi untuk merayakannya, meskipun berbeda dengan Hari Raya Idul Fitri, euforia perayaan terus berlangsung dan rutin mereka lakukan di daerah masing-masing. Hal itu bisa kita lihat pada tradisi menyambut Hari Raya Idul Adha di beberapa daerah di Nusantara sebagai berikut:
Pertama, Tradisi Manten Sapi di Pasuruan, Jawa Timur.

Manten sapi atau yang dalam bahasa Indonesia berarti pengantin sapi, adalah ritual yang dilakukan warga terhadap sapi yang akan dikurbankan dan diserahkan kepada panitia kurban di desa tersebut. Prosesinya pun bertahap, yaitu mulai dari memandikan sapi, menghias, hingga mengarak sapi keliling kampung.
Tradisi manten sapi  di Pasuran, Jawa Timur.
 sumber: regional.kompas.com

Tradisi ini adalah salah satu cara penghormatan warga Desa Wates Tani, Kecamatan Grati, Kabupaten Pasuruan terhadap sapi yang akan mereka sembelih pada hari raya Idul Adha. Sapi-sapi tersebut akan dirias layaknya pengantin dan dikalungi menggunakan kembang tujuh rupa. Tubuh sapi tersebut juga diberi penutup menggunakan kain putih untuk mempercantik penampilan. Setelah dirias, sapi tersebut diarak berkeliling kampung untuk kemudian diserahkan kepada panitia kurban.
Abdul Kahfi (46), salah satu warga setempat mengatakan, tujuan dilakukan ritual manten sapi adalah sebagi syiar agama. terlebih lagi juga mengingatkan masyarakat untuk berkurban, baik sapi, kambing, domba, ataupun unta. Tradisi ini digelar sehari menjelang Idul Adha dan merupakan cara warga setempat untuk menghormati hewan kurban yang akan disembelih.

Kedua, Tradisi Apitan Warga Semarang
Menjelang Idul Adha, warga Kelurahan Sampangan, Kota Semarang, Jawa Tengah memiliki tradisi unik, yakni sedekah bumi apitan dengan mengarak tumpeng dan hasil bumi di jalan raya. Tradisi ini berlangsung turun temurun sampai sekarang. Tujuannya merupakan wujud ungkapan syukur kepada sang pencipta, Allah AWT atas limpahan rizki kepada warga.


Bentuk syukur itu disimbolkan dengan arak-arakan hasil bumi yang disusun bertumpuk, misalnya; padi, cabe, terong, jagung, tomat dan lainnya. Arak-arakan ini berujung di kantor kelurahan setempat. Di tempat ini prosesi tradisi apitan selesai ditandai dengan pembacaan doa bagi keselamatan warga. Saat akhir acara, warga berebut gunungan hasil bumi yang baru saja selesai diarak. Warga percaya mendapatkan beraneka jenis hasil bumi yang baru saja diarak akan mendatangkan berkah.

Ketiga, Tradisi jemur kasur di Banyuwangi
Di sebelah timur Pasuruan, tepatnya di Kabupaten Banyuwangi juga ada tradisi unik jelang Idul Adha, yakni tradisi menjemur kasur. Tradisi ini digelar untuk menolak bala dan menjaga keharmonisan rumah tangga. Tarian gandrung mengawali rangkaian tradisi jemur kasur yang setiap tahun digelar warga Desa Adat Using, Kemiren. Setiap mendekati Idul Adha pada bulan Dzulhijjah warga setempat menggelar tradisi menjemur kasur secara masal.

Berbeda pada umumnya, kasur warga Using Kemiren ini seluruhnya berwarna hitam dan merah atau biasa disebut kasur gembil. Bagi warga setempat, kasur gembil mempunyai makna tersendiri, yaitu warna hitam melambangkan langgeng dan merah berarti berani. Tradisi yang sudah ada sejak ratusan tahun ini selain untuk membersihkan kasur setelah selama setahun terakhir dipakai, juga untuk menghormati datangnya bulan haji.

Keempat, Grebeg Gunungan saat Idul Adha di Yogyakarta
Tradisi Grebeg Gunungan biasa digelar Keraton Yogyakarta setiap menjelang Idul Adha. Ritual tersebut sudah menjadi tradisi tahunan bagi kraton. Dengan dikawal prajurit dan dua ekor kuda, tiga buah gunungan grebeg diarak terlebih dahulu dari kraton melewati alun-alun utara menuju masjid. Setelah dibacakan doa, tiga buah gunungan yang terdiri dari satu  gunungan lanang dan dua gunungan putri tersebut diperebutkan oleh warga yang hadir. Masyarakat setempat percaya bahwa barang siapa yang berhasil memperebutkan gunungan tersebut bisa mendapatkan berkah.


Kelima, Tradisi mudik warga Madura
Masyarakat di Madura, Jawa Timur mempunyai tradisi unik menjelang Idul Adha, yaitu mudik atau pulang kampung. Bagi mereka, khususnya warga Pulau Garam, tradisi mudik memang bukan saat Idul Fitri saja seperti warga di tempat lain, melainkan menjelang Idul Adha juga ada. Tradisi mudik menjelang Idul Adha ini nampak di Pelabuhan Perak di Surabaya dan di Jembatan Suramadu. Warga berbondong-bondong antre menyeberang di pelabuhan dan jembatan terpanjang di Indonesia itu. Warga Madura yang berada di Surabaya dan sekitarnya memanfaatkan hari libur Idul Adha dengan pulang kampung dan merayakannya bersama keluarga. Hal itu terlihat saat satu hari sebelum hari H, ratusan bikers (pengendara sepeda motor) sudah memadati Jembatan Suramadu. (Fauziah)

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar