Minggu, 06 September 2015

Potong Hewan Ala Warga Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT)



Masyarakat di seantero Nusantara mungkin sudah akrab dengan prosesi pemotongan hewan, entah itu dilakukan perorangan atau melalui lembaga resmi pemotongan hewan. Prosesi pemotongannya pun biasa melakukan alat pemotong yang sangat tajam untuk menebas perlahan leher hewan yang sebelumnya diikat kakinya dengan tali tambang. Tujuan pemotongan hewan pun juga beragam, mulai dari untuk akikah anak yang baru lahir sampai perayaan Hari Raya Idul Adha.

Akan tetapi, ada yang berbeda dengan tradisi pemotongan hewan bagi warga Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT).  Sebuah ritual yang langka dan jarang sekali dilakukan, itulah ritual Ka Nua. Tradisi  ini merupakan ritual tertinggi untuk diterima menjadi adat Bajawa dari salah satu Provinsi di NTT.
Ritual dilakukan untuk peresmian sebuah kampung di daerah tersebut. Jika sebuah kampung telah diresmikan lewat Ka Nua, kampung tersebut layak dianggap sebagai kampung yang sempurna. Dalam ritual tersebut, ada 20 kerbau dan 120 babi yang dijadikan persembahan. Acara dimulai dengan uma moni, yaitu membuka ladang baru. Selanjutnya, nuka wole pare medo, yaitu mengantar hasil panen dari kebun ke rumah adat.

Berikutnya, kada kolo bhaga-raju madhu yang merupakan peresmian rumah-rumahan mini di pusat kampung yang merupakan simbol laki-laki (ngadhu) dan perempuan (bhaga). Setelah itu, dilakukan todo kabu keri, yaitu pemotongan ilalang untuk menandakan rumah adat sudah diresmikan. Terakhir, ritual roko mata, dengan menyembelih kerbau sebagai korban untuk menghormati leluhur.
Sebuah kampung baru dianggap  layak menjadi bagian kehidupan tradisi Bajawa jika telah menjalankan semua ritualtersebut. Namun, tahapan yang harus dipenuhi memerlukan waktu puluhan tahun. Misalnya, di Pali Analoka, kampung seluas 1.000 meter persegi yang berpenduduk 180 orang itu mempunyai 12 rumah adat. Ke-12 rumah adat itu harus diresmikan lebih dulu dengan ritual di rumah adat masing-masing, Ka Sao, baru dilakukan ritual Ka Nua.
Tradisi Ka Nua, pemotongan hewan di Sumba, NTT
sumber foto: kompas.com

Acara tradisi Ka Nua ini juga berfungsi sebagai perekat hubungan kekerabatan suku. Saudara-saudara mereka yang tinggal jauh, seperti di Kupang, Sumba, Denpasar, Madura, Jakarta, bahkan Medan, akan berdatangan ke kampung. Kedatangan mereka disambut dengan tarian khas Bajawa, Ja’i. Tak lupa iringan musik etnik juga ikut terdengar yang disebut go (gong) dan laba (gendang). Para penari Ja’i, memakai kain tenun lengkap dengan aksesori dan digunakan menyilang di dada serta tas mungil bertali panjang.

Para keluarga yang membawa buah tangan berupa hewan, akan melakukan sa ngasa, atau meneriakkan kalimat-kalimat tentang pentingnya memelihara kekerabatan, begitu sampai di pintu utama Kampung Pali Analoka.

Acara yang tak kalah menarik adalah pemotongan hewan yang dijadikan jamuan, yaitu kerbau. Perjamuan itu dianggap penting untuk mengikat tali silaturahmi antar sesama. Hal lain yang spesial di acara ini adalah Suku Analoka yang menganut adat bajawa percaya darah kerbau yang membasahi tanah kampung akan menjadikan tanah subur.
Sayangnya, Ka Nua ini sudah mulai jarang dilakukan warga setempat, bahkan hampir punah. Setelah 85 tahun berlalu, akhirnya Ka Nua kembali digelar pada 29 Juni sampai 2 Juli di tahun 2010. Saat itu kampung yang akan diresmikan adalah kampung di Pali Analoka, Desa Nenuwea, Kecamatan Jerebu’u, Kabupaten Ngada, Flores, Nusa Tenggara Timur. (Fauziah)

Sumber:



Tidak ada komentar:

Posting Komentar