Sabtu, 01 Februari 2014

Lebih Lanjut Tentang Bahasa Jurnalistik

Pengertian Bahasa Jurnalistik
Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa Indonesia mempunyai ragam bahasa tersendiri. Jika dilihat dari penggunaannya pada bidang-bidang kegiatan atau keilmuan dikenal ragam-ragam seperti, ragam ilmiah, ragam sastra, ragam militer, ragam hukum, ragam jurnalistik, dan lainnya.[1] Setiap ragam itu mempunyai ciri-ciri sendiri.

Ragam bahasa jurnalistik memiliki posisi yang semakin kuat di masyarakat, bahkan telah menjadi ragam bahasa baru yang memiliki dinamika yang pesat. Dengan menyebut istilah bahasa koran, bahasa radio, dan bahasa televisi, ragam bahasa jurnalistik telah dinikmati masyarakat.[2]

Wartawan senior Rosihan Anwar, seperti dikutip As Sumadiria dalam buku Bahasa Jurnalistik menyatakan bahasa pers adalah salah satu ragam bahasa yang memiliki sifat-sifat khas yaitu: singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas, dan menarik. Dalam kosa kata, bahasa jurnalistik mengikuti perkembangan dalam masyarakat.[3] Dengan begitu bahasa jurnalistik harus jelas dan mudah agar dipahami masyarakat.

Selanjutnya, bahasa jurnalistik didefinisikan sebagai bahasa yang digunakan oleh para wartawan, redaktur, atau pengelola media massa dalam menyusun dan menyajikan, memuat, menyiarkan, dan menayangkan berita serta laporan peristiwa atau pernyataan yang benar, aktual, penting, dan atau menarik dengan tujuan agar mudah dipahami isinya dan cepat ditangkap maknanya.[4]

Bahasa jurnalistik juga mempunyai karakter yang berbeda-beda berdasarkan jenis tulisan apa yang akan diberitakan. Bahasa jurnalistik yang digunakan untuk menulis berita utama akan berbeda dari bahasa jurnalistik yang digunakan untuk menulis tajuk rencana dan features. Karakteristik bahasa jurnalistik dipengaruhi banyak hal yang terkait dengan penentuan masalah, jenis tulisan, pembagian tulisan, dan sumber (bahan tulisan). Namun demikian, bahasa jurnalistik tidak boleh meninggalkan kaidah yang dimiliki oleh ragam bahasa Indonesia baku dalam hal pemakaian kosakata, struktur sintaksis (kalimat), dan wacana. Karena itu, secara singkat bahasa jurnalistik memiliki sifat yang khas yaitu singkat, padat, sederhana, jelas, lugas, dan menarik. Kosakata yang digunakan dalam bahasa jurnalistik mengikuti perkembangan bahasa yang ada di masyarakat.[5]

Karakteristik Bahasa Jurnalistik
Bahasa jurnalistik yang baik adalah bahasa yang mampu mengedepankan informasi dan makna yang utuh dari setiap tulisan jurnalistik.[6] Secara spesifik, bahasa jurnalistik dapat dibedakan menurut bentuknya, yaitu bahasa jurnalistik surat kabar, bahasa jurnalistik majalah, bahasa jurnalistik radio siaran, bahasa jurnalistik televisi, dan bahasa jurnalistik media online internet. [7]

Misalnya, pada bahasa jurnalistik surat kabar harus tunduk pada kaidah atau prinsip-prinsip umum bahasa jurnalistik. Ada 14 ciri utama bahasa jurnalistik yang berlaku, di antaranya adalah sederhana, singkat, padat, lugas, jelas, jernih, menarik, dan demokratis. Karakteristik bahasa jurnalistik adalah sebagai berikut:

a.    Sederhana, yaitu bahasa yang digunakan lebih berorientasi pada kata-kata atau kalimat yang paling banyak diketahui sebagian besar pembaca.
b.    Singkat, yaitu bahasa yang digunakan langsung ke pokok masalah, tidak bertele-tele, tidak panjang dan tidak memboroskan waktu pembaca.
c.    Padat, yaitu bahasa yang digunakan bersifat padat informasi, dengan memakai kata/kalimat dengan informasi penting bagi pembaca.
d.   Lugas, yaitu tidak ambigu, tegas, sesuai dengan makna yang dituju, sehingga pembaca terhindar dari kesalahan persepsi dan kesimpulan.
e.    Jelas, yaitu bahasa yang digunakan mudah dipahami maknanya, tidak bias, baik dari segi makna, susunan kata, maupun kalimat.
f.     Jernih, yaitu bahasa yang digunakan transparan, jujur, tulus, tidak menyembunyikan sesuatu yang negatif, fitnah, dan prasangka. Karena bahasa jurnalistik mengedepankan aspek fakta, kebenaran, dan kepentingan bagi masyarakat.
g.    Menarik, yaitu bahasa yang digunakan harus mampu membangkitkan minat dan perhatian pembaca dan dapat memicu selera baca.
h.    Demokratis, yaitu bahasa yang digunakan bersifat universal, tidak mengenal tingkatan sosial, golongan, dan kedudukan.[8]

Kemudian ditambahkan enam ciri utama bahasa jurnalistik, yaitu bahasa jurnalistik berciri populis (kata, istilah, atau kalimat yang digunakan adalah yang akrab di masyarakat), logis (sesuai nalar), gramatikal (menggunakan  bahasa baku), menghindari kata tutur, menghindari kata dan istilah bahas asing, pilihan kata (diksi) yang tepat, mengutamakan kalimat aktif, menghindari kata atau istilah teknis, dan tunduk pada kaidah etika.[9]

Hal yang penting lainnya adalah bahasa jurnalistik harus tetap tunduk dan patuh pada kaidah dan etika bahasa Indonesia yang baku. Karena bahasa jurnalistik juga mampu mengemban misi edukasi untuk memberikan contoh berbahasa yang baik bagi masyarakat. Dengan demikian, bahasa jurnalistik mampu menjadi penyambung informasi kepada pembaca. [10]

 Kaidah Diksi dalam Bahasa Jurnalistik
Salah satu hal penting dalam penggunaan bahasa jurnalistik adalah pemilihan kata (diksi) yang baik. Dalam bahasa jurnalistik, setiap kata harus memiliki makna. Lebih dari itu, setiap kata bahkan harus bertenaga, yaitu kata yang dengan cepat dapat membangkitkan daya motivasi, daya persuasi serta daya fantasi dan imajinasi pada benak pembaca, pendengar, atau pemirsa.[11]

Dalam kerangka itu, pendayagunaan kata pada dasarnya berkisar pada dua persoalan pokok, yaitu ketepatan memilih kata dan kesesuaian atau kecocokan dalam menggunakan kata tersebut. Persoalan pertama, ketepatan memilih kata dapat dicapai apabila penulis atau jurnalis menguasai dengan baik masalah etimologi, tata bahasa, ejaan, frasa, klausa, istilah, ungkapan, idiom, singkatan, akronim, peribahasa, kamus, dan ensiklopedia. Karena itu seorang jurnalis harus tahu segala hal tentang bahasa, selain ilmu-ilmu lain. Persoalan kedua adalah kecocokan atau kesesuaian lebih banyak dipengaruhi faktor teknis tata bahasa, faktor psikologis narasumber dan jurnalis, konteks situasi dan maksud pesan yang disampaikan, serta aspek-aspek etis, etnis, dan sosiologis khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa.[12]



[1]Abdul Chaer, Bahasa Jurnalistik (Jakarta: Bineka Cipta, 2010), h. 2.
[2] Syarifudin Yusuf, Jurnalistik Terapan  (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010), h. 80.
[3] AS Haris Sumadiria, Bahasa Jurnalistik , h. 6.
[4]AS  Haris Sumadiria, Bahasa Jurnalistik, h. 7.
[5] Edy Puryanto, Penggunaan Ragam Bahasa Jurnalistik di Media Massa dalam Anwar Efendi, ed., Bahasa dan Sastra dalam Berbagai Perspektif (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), h. 65.
[6] Syarifudin Yusuf, Jurnalistik Terapan, h. 81.
[7] AS Haris Sumadiria, Bahasa Jurnalistik, h. 13.
[8] AS Haris Sumadiria, Bahasa Jurnalistik , h. 13-14.
[9] AS Haris Sumadiria, Bahasa Jurnalistik, h. 17-21.
[10] Syarifudin Yusuf, Jurnalistik Terapan,  h. 82.
[11] AS Haris Sumadiria, Bahasa Jurnalistik,  h. 34.
[12] AS Haris Sumadiria, Bahasa Jurnalistik, h. 34-35.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar