Selasa, 09 Februari 2016

Menengok Mal Rongsok di Depok



Bagi masyarakat kota besar, mungkin pusat perbelanjaan bernama mal sudah tak asing lagi. Apalagi di Depok, Jawa Barat, terhitung ada empat Mal besar di pusat kota, belum lagi pusat perbelanjaan lain yang tersebar di beberapa wilayah. Banyaknya pilihan ini membuat masyarakat dengan mudah mengakses mal yang sesuai dengan selera dan kantong mereka.

Tapi, ada yang berbeda di salah satu mal di kawasan Jalan Raya Bungur, Kukusan, Beji, Depok, Jawa Barat. Mal yang terletak di pinggir jalan ini tak pernah sepi pengunjung. Seperti siang itu, meski hujan turun membasahi tanah kota belimbing ini, terlihat beberapa pembeli datang ke mal ini, ada yang hanya melihat-lihat, ada juga yang ingin menjual barang, dan mencari barang antik. Ya, di sini adalah mal rongsok, begitu nama yang diberika pemiliknya.

Bangunan dua lantai seluas 800 meter ini disulap Nurcholis Agi (48) menjadi mal yang menjual barang-barang bekas atau sering disebut rongsokan. Dia mengaku, ide awal membangun mal rongsok yang mulai beroperasi pada 2010 ini adalah karena dia sangat mencintai dunia bisnis. Awalnya, kata Nurcholis, dia sering berinteraksi dengan orang-orang penadah barang rongsokan, dan di sisi lain dia juga sering pergi berbelanja ke mal.

“Sebelumnya saya sudah pernah menekuni 28 jenis usaha selama ini, karena itu saya banyak belajar dari orang lain. Ide membuat mal rongsok ini pun muncul dan Alhamdulillah, sudah bisa bertahan sampai sekarang, jelas ayah lima anak ini.



 Uniknya, mal rongsok ini juga dikelola seperti mal di pusat kota, hanya saja barang yang dijualnya adalah barang lama. Karpet-karpet beragam warna dan motif dijadikan alas untuk lantai mal ini. Meski hanya berupa kipas angin sebagai pendingin ruangan, mal rongsok ini benar-benar didesain seperti mal sungguhan. Sang pemilik begitu apik menata ruangan, ini terlihat dari tata letak barang-barang yang dijual. Pada lantai pertama, beragam jenis rongsokan yang digantung dan dibaluti plastik menghiasi atap-atap. Selain itu, ada rak barang elektronik, seperti kamera, televisi, beragam jenis radio, komputer dan lainnya. Rak-rak buku bekas diletakkan di tengah ruangan, sedangkan rak paling belakang diisi dengan beragam jenis figura dan lukisan antik.

Begitu juga di lantai dua mal ini, semua tertata rapi. Lantai ini berisi beragam furniture bekas, mulai dari lemari sampai beragam jenis kursi. Pembeli pun menjadi mudah menemukan barang yang mereka cari. Untuk keamanan mal, Nurcholis juga memasang dua kamera CCTV untuk memantau kegiatan jual-beli di malnya ini. Meski berdebu dan usang, jika kita cukup jeli memilah-milih, banyak sekali barang-barang bekas yang masih layak pakai, seperti buku dan alat elektronik.

Mal yang buka setiap hari mulai dari pukul 08.00 sampai pukul 18.00 WIB ini sedikitnya mempunyai 3000 jenis barang bekas yang dijual. Barang-barang tersebut biasanya berasal dari penadah barang bekas yang menjual lagi kepada Nurcholis. Kisaran harganya pun beragam, kata Nurcholis, itu tergantung dari jenis barang, keantikan barang, dan ukurannya. Harga barang-barang bekas di sini dijual dengan harga Rp 500 sampai Rp 15.000.000.

“Yang membedakan mal ini dengan mal yang lain adalah di sini pembeli juga bisa menjual barang bekas mereka. Kami akan membeli jika harganya cocok dan barangnya masih layak dijual lagi, biasanya kami menarik 10 % atau setengah harga normal, tergantung barangnya,” tambah Nurcholis.
Karena ada dua alur jual-beli seperti itu, mal ini tak pernah sepi pengunjung. Mereka pun berasal dari beragam latar belakang, ada para pelajar dan mahasiswa, ibu rumah tangga, sampai para lansia pensiunan yang menyukai barang-barang antik. Mal ini sudah mendapatkan tempat di hati konsumennya. Kata Nurcholis, banyak juga konsumennya yang berasal dari luar negeri, mereka sering ke mal ini jika sedang berada di Indonesia. Mereka berasal dari berbagai Negara, seperti Amerika, Jepang, dan Jerman, yang lebih sering membeli barang antik seperti lukisan. Inilah salah satu alasan, mal rongsok bisa terus bertahan sampai sekarang dengan omset sekitar Rp 100.000 sampai Rp 100 juta per bulannya.


“Semoga mal rongsok ini bisa terus berkembang, karena saya yakin jika ada kemauan, maka akan ada banyak jalan untuk mengambangkan usaha kita, “ harap Nurcholis, penerima penghargaan sebagai Executive and Entrepreneur of The Years 2014 oleh Lembaga Masyarakat Peduli Pariwisata (Lemppar) di Semarang, 17 Oktober 2014 ini. (Fauziah)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar