Jelang
Hari Raya Idul Adha, banyak masyarakat mempersiapkan diri, mulai dari
menyisihkan uang untuk membeli hewan kurban, membuat kepanitian sholat Idul
Adha dan prosesi pemotongan hewan, sampai tradisi-tradisi unik yang dilakukan
sebelum hari H yang berlangsung di bulan Dzulhijjah setiap tahunnya. Masyarakat
di Nusantara mempunyai beragam tradisi untuk merayakannya, meskipun berbeda
dengan Hari Raya Idul Fitri, euforia perayaan terus berlangsung dan rutin
mereka lakukan di daerah masing-masing. Hal itu bisa kita lihat pada tradisi
menyambut Hari Raya Idul Adha di beberapa daerah di Nusantara sebagai berikut:
Pertama,
Tradisi Manten Sapi di Pasuruan, Jawa
Timur.
Manten
sapi atau yang dalam bahasa Indonesia berarti pengantin sapi, adalah ritual yang
dilakukan warga terhadap sapi yang akan dikurbankan dan diserahkan kepada
panitia kurban di desa tersebut. Prosesinya pun bertahap, yaitu mulai dari
memandikan sapi, menghias, hingga mengarak sapi keliling kampung.
Tradisi
ini adalah salah satu cara penghormatan warga Desa Wates Tani, Kecamatan Grati,
Kabupaten Pasuruan terhadap sapi yang akan mereka sembelih pada hari raya Idul
Adha. Sapi-sapi tersebut akan dirias layaknya pengantin dan dikalungi
menggunakan kembang tujuh rupa. Tubuh sapi tersebut juga diberi penutup
menggunakan kain putih untuk mempercantik penampilan. Setelah dirias, sapi
tersebut diarak berkeliling kampung untuk kemudian diserahkan kepada panitia
kurban.
Abdul
Kahfi (46), salah satu warga setempat mengatakan, tujuan dilakukan ritual
manten sapi adalah sebagi syiar agama. terlebih lagi juga mengingatkan
masyarakat untuk berkurban, baik sapi, kambing, domba, ataupun unta. Tradisi
ini digelar sehari menjelang Idul Adha dan merupakan cara warga setempat untuk
menghormati hewan kurban yang akan disembelih.
Kedua,
Tradisi Apitan Warga Semarang
Menjelang
Idul Adha, warga Kelurahan Sampangan, Kota Semarang, Jawa Tengah memiliki tradisi
unik, yakni sedekah bumi apitan dengan mengarak tumpeng dan hasil bumi di jalan
raya. Tradisi ini berlangsung turun temurun sampai sekarang. Tujuannya
merupakan wujud ungkapan syukur kepada sang pencipta, Allah AWT atas limpahan
rizki kepada warga.
Bentuk
syukur itu disimbolkan dengan arak-arakan hasil bumi yang disusun bertumpuk,
misalnya; padi, cabe, terong, jagung, tomat dan lainnya. Arak-arakan ini
berujung di kantor kelurahan setempat. Di tempat ini prosesi tradisi apitan
selesai ditandai dengan pembacaan doa bagi keselamatan warga. Saat akhir acara,
warga berebut gunungan hasil bumi yang baru saja selesai diarak. Warga percaya
mendapatkan beraneka jenis hasil bumi yang baru saja diarak akan mendatangkan
berkah.
Ketiga, Tradisi
jemur kasur di Banyuwangi
Di sebelah timur Pasuruan, tepatnya di
Kabupaten Banyuwangi juga ada tradisi unik jelang Idul Adha, yakni tradisi
menjemur kasur. Tradisi ini digelar untuk menolak bala dan menjaga keharmonisan
rumah tangga. Tarian gandrung mengawali rangkaian tradisi jemur kasur yang
setiap tahun digelar warga Desa Adat Using, Kemiren. Setiap mendekati Idul Adha
pada bulan Dzulhijjah warga setempat menggelar tradisi menjemur kasur secara
masal.
Berbeda pada umumnya, kasur warga Using
Kemiren ini seluruhnya berwarna hitam dan merah atau biasa disebut kasur
gembil. Bagi warga setempat, kasur gembil mempunyai makna tersendiri, yaitu
warna hitam melambangkan langgeng dan merah berarti berani. Tradisi yang
sudah ada sejak ratusan tahun ini selain untuk membersihkan kasur setelah
selama setahun terakhir dipakai, juga untuk menghormati datangnya bulan haji.
Keempat,
Grebeg Gunungan saat Idul Adha di
Yogyakarta
Tradisi
Grebeg Gunungan biasa digelar Keraton Yogyakarta setiap menjelang Idul Adha.
Ritual tersebut sudah menjadi tradisi tahunan bagi kraton. Dengan dikawal
prajurit dan dua ekor kuda, tiga buah gunungan grebeg diarak terlebih dahulu
dari kraton melewati alun-alun utara menuju masjid. Setelah dibacakan doa, tiga
buah gunungan yang terdiri dari satu
gunungan lanang dan dua gunungan putri tersebut diperebutkan oleh warga
yang hadir. Masyarakat setempat percaya bahwa barang siapa yang berhasil
memperebutkan gunungan tersebut bisa mendapatkan berkah.
Kelima,
Tradisi mudik warga Madura
Masyarakat
di Madura, Jawa Timur mempunyai tradisi unik menjelang Idul Adha, yaitu mudik
atau pulang kampung. Bagi mereka, khususnya warga Pulau Garam, tradisi mudik
memang bukan saat Idul Fitri saja seperti warga di tempat lain, melainkan
menjelang Idul Adha juga ada. Tradisi mudik menjelang Idul Adha ini nampak di
Pelabuhan Perak di Surabaya dan di Jembatan Suramadu. Warga berbondong-bondong
antre menyeberang di pelabuhan dan jembatan terpanjang di Indonesia itu. Warga
Madura yang berada di Surabaya dan sekitarnya memanfaatkan hari libur Idul Adha
dengan pulang kampung dan merayakannya bersama keluarga. Hal itu terlihat saat
satu hari sebelum hari H, ratusan bikers (pengendara sepeda motor) sudah
memadati Jembatan Suramadu. (Fauziah)
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar