Prof. Dr. Andi Faisal Bakti: Guru Besar Ilmu Komunikasi UIN Jakarta
Tradisi ilmiah mahasiswa sebagai kebiasaan yang melekat di
keseharian kegiatan perkuliahan mereka mulai menurun. Dapat dibuktikan,
perbedaan jumlah mahasiswa di perpustakaan dengan mereka yang ada di tempat
hiburan seperti mall dan kafe. Apakah hal ini dipengaruhi oleh sikap hedonis? Menurut Guru Besar Ilmu Komunikasi Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDKOM) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Andi Faisal Bakti, tradisi ilmiah mahasiswa
bisa ditingkatkan dengan banyak cara, yang terpenting adalah kesadaran dan
keaktifan mahasiswa sendiri untuk meraih ilmu pengetahuan bukan sekedar untuk
meraih gelar saja. Berikut petikan lengkap wawancara wartawan Fauziah Muslimah
dengan Guru Besar Ilmu Komunikasi FIDKOM UIN Jakarta, Senin (29/10) di
kantornya yang berlokasi di Ciputat, Tangerang Selatan seputar menurunnya tradisi ilmiah mahasiswa
sekarang:
Bagaimana kriteria tradisi ilmiah yang harus dimiliki oleh
mahasiswa?
Dari hal yang sederhana saja, jika membuat makalah mereka harus
banyak membaca semua buku yang berkaitan dengan makalah yang akan mereka tulis.
Mahasiswa harus bisa menulis dengan baik, dan tulisan yang baik itu yang banyak
referensinya, berkaitan dengan permasalahan yang dibahas, dan yang terpenting
adalah pola-pola penulisan yang baik dan benar.
Makalah atau skripsi yang ditulis sesuai prosedur akan melahirkan
karya ilmiah yang bernilai dan bermanfaat. Sesuai prosedur yang saya maksud
adalah karya ilmiah yang berisi konteks, latar belakang, teori-teori ilmuwan,
dan yang terpenting adalah pernyataan pemakalah terhadap permasalahan yang
sifatnya ilmiah, bukan deskriptif biasa, dan lebih baik lagi jika bersifat
analisis dan kritis. Oleh karena itu pembuatan karya ilmiah memerlukan
penelitian mendalam agar bisa menjawab permasalah secara detil.
Apa yang Anda lakukan dalam proses belajar mengajar untuk
meningkatkan tradisi ilmiah mahasiswa?
Biasanya saya memberikan tugas berupa penulisan makalah. Tapi
makalah yang berbobot isinya dan penulisannya sesuai prosedur yang tadi saya
jelaskan. Saya ingin mahasiswa bisa menciptakan dan menemukan ilmu pengetahuan dari hasil pemikiran mereka
sendiri.
Jika kita lihat sekarang, budaya hedonis yang ada di masyarakat
menjadikan mahasiswa jarang membaca buku atau menjalankan tradisi ilmiah
mereka. Apa penyebabnya?
Budaya hedonis itu budaya yang sia-sia saja, karena hal itu tidak
produktif. Bagaimana mungkin mereka bisa
melahirkan suatu karya ilmiah,
jika kegiatannya hanya hang-out bersama teman-temannya, sedangkan
menulis karya ilmiah itu harus melakukan penelitian mendalam, seperti membaca
buku. Mereka akan merugi nantinya, karena hidup di dunia ini kita harus
bekerja, berkiprah, dan berkarya.
Mahasiswa sekarang ini kurang aktif dan sadar terhadap ilmu
pengetahuan. Mereka hanya sekedar kuliah, tidak berusaha meraih ilmu dengan
sungguh-sungguh. Keaktifan dan kesadaran mahasiswa terhadap ilmu pengetahuan itu
sangat penting, jangan hanya untuk meraih gelar tapi ilmunya tidak dapat. Gelar
akan mengikuti setelah kita benar bersungguh-sungguh belajar. Salah satu
penyebab berkurangnya kreativitas mahasiswa di tradisi ilmiah mereka adalah
mereka terlalu fokus pada gelar, bukan ilmunya, karena itu ada mahasiswa yang
membayar orang lain, misalnya untuk mengerjakan tugas makalah, bahkan skripsi.
Jika demikian, mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan nilai dan
hasilnya nanti adalah hanya gelar yang mereka dapatkan bukan ilmu pengetahuannya.
Untuk berkaca dari pengalaman Anda mengajar di Universitas luar
negeri, Bagaimana tradisi ilmiah mahasiswa luar negeri jika dibandingkan dengan
mahasiswa di Indonesia?
Dari segi kecerdasan, saya pikir mereka semua sama. Hanya saja dari
sisi fasilitas mereka lebih kaya raya, misalnya perpustakaan mereka lengkap
bahkan naskah kuno pun ada di sana. Pertama, semangat belajar. Mahasiswa luar
negeri cenderung lebih tinggi semangatnya. Padahal mereka kuliah sambil bekerja
untuk memenuhi kehidupan mereka sendiri yang sudah lepas dari tanggung jawab orang
tua sejak berusia 18 tahun. Jika putus kerja, pemerintah di sana bersedia
mengeluarkan tunjangan dana untuk meneruskan kuliah mereka.
Kedua, mereka lebih tekun dalam belajar dan fokus pada tugas yang
diberikan dosen. Jika saya memeriksa hasil tugas mereka, saya tidak membutuhkan
waktu yang lama, karena mereka menulis sesuai dengan pola-pola penulisan yang
baik dan benar serta penelitian mereka bersifat Internasional. Seperti penelitian
tentang Islam di India atau yang lainnya yang menyiratkan penelitian mereka
bernilai tinggi, karena melakukan penelitian yang mendalam.
Terakhir, sebaiknya kita tidak membanding-bandingkan. Tapi,
alangkah baiknya mahasiswa Indonesia bisa berkaca dari semangat belajar
mahasiswa luar negeri.
Jika demikian, apakah fasilitas bisa menjadi salah satu alasan
mahasiswa Indonesia berkurang tradisi ilmiahnya?
Fasilitas jangan menjadi penghalang kita untuk berkreativitas.
Karena, keaktifan untuk meraih ilmu pengetahuanlah
yang terpenting menurut saya. Tapi, terkadang fasilitas yang kurang menjadikan
tradisi ilmiah itu kurang maksimal.
Terakhir, Apa prinsip-prinsip yang harus dipegang mahasiswa untuk meningkatkan tradisi ilmiahnya?
Saya akan mengambil garis besarnya, meraih ilmu dengan
sungguh-sungguh itu lebih baik daripada hanya bertujuan meraih gelar saja.
Mahasiswa harus mempunyai manajemen waktu yang baik untuk menyelsaikan
tugas-tugasnya tepat waktu. Mereka harus pandai menulis dan untuk bisa diterbitkan agar bisa dibaca banyak
orang.
Mahasiswa mengambil peran penting dalam pengabdian kepada
masyarakat, oleh karena itu belajar dengan sungguh-sungguh bisa menjadikan
mereka bermanfaat bagi masyarakat luas.
Budaya hedonis harus mereka hilangkan, mereka harus cerdas secara moral,
intelektual, emosional, fisik agar tidak terlalu lama menjadi beban orang tua.
Terakhir, belajarlah bahasa asing dan belajarlah ke Universitas-Universitas
luar negeri untuk mendapatkan ilmu dan pengelaman yang lebih luas. [] Fauziah Muslimah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar