Komunitas Fakta
Bahasa
Bahasa
sebagai alat komunikasi menjadi sangat penting untuk kehidupan sehari-hari. Selain
itu, penguasaan bahasa juga bisa menambah kemampuan diri untuk siap
berkontribusi lebih luas bagi agama, bangsa, bahkan dunia. Ragam bahasa yang tersebar di seantero Nusantara bahkan
dunia kini juga sudah menjadi daya tarik
tersendiri. Untuk Indonesia saja, menurut data Kompas.com Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
melakukan penelitian pada 2012 yang menyimpulkan jumlah bahasa dan sub bahasa
di seluruh Indonesia mencapai 546 bahasa daerah. Belum lagi bahasa-bahasa asing
yang jenis huruf dan pengucapannya berbeda dengan bahasa Indonesia, seperti
bahasa Arab, Inggris, Jepang,
lainnya.
Keberagaman
bahasa ini menjadi hal yang menarik bagi mereka yang senang belajar. Apalagi
saat ini, sudah berdiri banyak lembaga pendidikan bahasa baik formal maupun non
formal di Indonesia. Akan tetapi, banyak lembaga pendidikan itu relatif mahal biayanya di kantong para
pelajar, khususnya pelajar sekolah atau mahasiswa. Selain itu, ada juga
beberapa kalangan yang tak mempunyai waktu luang untuk belajar
bahasa di jam kerja mereka.
Fenomena
inilah yang disadari oleh Erlangga (21), mahasiswa tingkat akhir jurusan teknik
industri, Universitas Telkom, Bandung, untuk membuat komunitas belajar bahasa.
Komunitas ini ia beri nama Fakta Bahasa (Faba), yang awalnya hanya berupa nama
akun di media sosial twitter @Faktabahasa yang berisi fakta-fakta menarik
tentang bahasa. Ketika banyak orang yang tertarik dan mengikuti akun tersebut,
akhirnya Erlangga mengajak teman-temannya untuk membuat komunitas Fakta Bahasa
real belajar bahasa face to face
(tatap muka).
“Faba
berdiri pada Maret 2013 di kota Bandung. Waktu itu saya mengajak teman-teman
saya di kota Bandung yang memiliki passion yang sama dengan saya di bidang
bahasa. Saat ini kebutuhan belajar bahasa
asing sangat penting dan dibutuhkan oleh siapa saja. Tetapi, banyak orang yang tidak memiliki kemampuan finansial yang cukup
dan tak memiliki waktu luang untuk mengikuti kursus. Komunitas Fakta
Bahasa inilah solusinya,” jelas
Erlangga.
Sistem belajar yang asyik dan
menyenangkan
Sejak
2013 terbentuk, saat ini ada sekitar 500-1000 orang anggota Fakta Bahasa yang
secara rutin di ahir pekan belajar bersama. Akhir pekan dipilih untuk
memudahkan bagi para anggota yang
berasal dari kalangan pelajar dan karyawan. Awal mula terbentuk di Bandung,
kini Fakta bahasa juga sudah merambah ke berbegai daerah di nusantara.
Sedikitnya ada 12 region, yaitu; Bandung, Jakarta
Timur, Jakarta Selatan, Bogor, Depok, Bekasi, Tangerang, Solo, Surabaya,
Semarang, Jogjakarta, dan Malang. Bahasa yang dipelajari juga beragam, seperti
bahasa Inggris (lisan dan tulisan), Arab, Korea, Jepang, Mandarin, Spanyol, Perancis,
Itali, dan Jerman.
Sistem belajar dibuat se-menyenangkan mungkin. Setiap anggota
harus membayar uang iuran untuk membeli alat tulis seperti spidol dan papan
tulis untuk keperluan belajar-mengajar. Nominalnya pun pas untuk kantong para
anggotanya.
Anggi Khoirunnisa (19), mahasiswi jurusan Pariwisata
Universitas Pancasila, Depok yang juga salah satu anggota Faba Depok sudah
bergabung dengan Faba sejak 2014 lalu. Dia mengaku senang bisa belajar bahasa
asing dengan biaya yang tidak mahal. Selain itu, dia bisa mengenal dan
mendapatkan teman dari beragam kalangan dan kampus yang berbeda.
“Belajar bahasa di Faba banyak manfaatnya, selain
meningkatkan skill bahasa kita, kita juga tidak hanya belajar tentang bahasa
itu sendiri, tapi juga belajar tentang kebudayaan mereka dan tentunya meluaskan
jaringan kita dengan teman-teman baru,” tambah mahasiswi yang juga aktif di
Himpunan Mahasiswa Pariwisata Indonesia (HMPI) ini.
Hal
lain yang menari di komunitas ini adalah sistem belajarnya. Kelas belajar
bahasa di komunitas ini biasa disebut clubbing
yang berarti klub-klub atau kelompok belajar. Para anggota bisa memilih bahasa
asing mana yang ingin dipelajari dengan mengikuti jadwal dari masing-masing
klub bahasa tersebut. Clubbing faba menerapkan sistem yang
berbeda dengan di tempat kursus, karena
pada dasarnya mereak menerapkan
komposisi 30% kursus bahasa + 30% kursus budaya + 30% games + 10% simulasi pada
kegiatan clubbing. Kami melakukan kegiatan secara fleksibel mulai dari ruang
kelas, taman, tempat nongkrong, dan masih banyak lagi.
“Tiap
region mengajarkan bahasa yang berbeda-beda. Tutornya adalah mereka yang
memiliki kemampuan dalam bahasa tersebut, bisa dari mahasiswa, mereka yang
pernah tinggal di negara yg bersangkutan, atau bahkan mereka yang sudah ahli di
bahasa tersebut. Mereka semua tidak dibayar, tapi kami memungut uang kas untuk keperluan
kegiatan komunitas yang tiap-tiap region berbeda-beda nominalnya,” tambah Erlangga
yang sekarang menjabat sebagai Ketua Fakta Bahasa Nasional.
Tidak hanya sekadar belajar bahasa
Komunitas
Faktabahasa terdiri dari dua kepengurusan: Kepengurusan Nasional (Fabanas) dan
Kepengurusan Regional (Fabareg). Kepengurusan Regional adalah mereka yang
berdomisili di regional bersangkutan dan memiliki komitmen untuk mengurus
kegiatan region. Sedangkan kepengurusan nasional (Fabanas) adalah
perwakilan-perwakilan region dan bertindak sebagai pengurus administratif Faba
tingkat nasional. Setiap region memiliki program unik masing-masing untuk
pemberdayaan anggota dan masyarakat sekitar, seperti bakti sosial, mengajar anak jalanan atau anak
yatim, dan lainnya. Seperti yang baru saja berlangsung bulan April 2015 ini,
Faba Jakarta Selatan mengadakan Festival Budaya Asia di sekretariat mereka.
Terkait
siapa saja yang bisa bergabung menjadi anggota Faba, Erlangga menjelaskan
syarat bergabung dengan Faba adalah siapa pun yang memiliki ketertarikan di
bidang bahasa dan budaya, dengan rentan usia maksimal 30 tahun.
Untuk
mereka yang tertarik bergabuing dengan Faba, bisa melihat timeline akun twitter Faba dan juga bisa memilih regional yang
sesuai dengan nmasing-masing anggota. Biasanya Faba membuka pendaftaran anggota
baru setiap enam bulan sekali (satu semester sekali) dengan waktu dan tempat
sesuai dengan kebijakan amsing-masing regional.
“Semoga komunitas Faktabahasa bisa menjadi
komunitas yang terus eksis dan berekspansi ke tempat-tempat lain di seluruh
Indonesia dan harus terus berkembang
dengan menambah program-program yang menarik minat kalangan muda untuk belajar
bahasa, “harap Erlangga. (Fauziah Muslimah)
*Tulisan ini terbit di Majalah Swara Cinta Dompet Dhuafa REpublika Edisi 50
Tidak ada komentar:
Posting Komentar