Waktu itu pukul sepuluh pagi, seorang pria paruh baya sedang asyik dengan bahan karet
yang diukir dari pola-pola manual buatannya. Katanya, hari ini sedang ada
pesanan untuk pembuatan stempel kantor Rukun Tetangga (RT). Dengan cekatan dan
ketelitian, pria berkaca mata ini terus mengukir pola stempel di atas bahan
karet itu setiap harinya dan tetap bertahan dengan cara tradisional seperti ini
di tengah perkembangan tekonologi sekarang.
Adalah Garyono (46), pemilik salah satu kios jasa stempel di Depok,
Jawa Barat. Kiosnya yang bernama Karya
Lestari ini tidak sendirian. Pasalnya, jika anda ke Depok dan bertandang ke
Pasar Depok Jaya, maka anda akan menemukan deretan kios-kios jasa stempel dan percetakan tepat di sebrang
pasar tersebut. Pria asal Slawi, Jawa Tengah ini mengaku sudah sejak tahun 1994
melakukan usaha stempel ini, dan bisa dikatakan, dialah pencetus deretan kios
jasa pembuatan stempel yang berada di Jalan Raya Nusantara ini.
Konsisten dengan cara tradisional, kata Garyono, cara ini menjadi
keunikan tersendiri bagi dirinya. Dia mengaku senang karena tetap bertahan
dengan cara tradisional, meski banyak kios lain sudah menggunakan alat cetak
(printer) untuk pembuatan stempel. Hal itu juga yang membuat para konsumen
setianya yang berasal dari beragam kalangan, mulai dari ketua RT, pegawai
pemerintah, sampai masyarakat biasa tetap menggunakan jasa pembuatan stempel
tradisional yang bisa dikerjakan hanya dalam waktu satu sampai tiga jam ini. Harganya
pun cukup murah, berkisar antara Rp 10.000 sampai Rp 20.000 saja tergantung
kerumitan pola yang dipesan.
“Selama bertahun-tahun saya tetap menggunakan cara tradisional ini
membuat saya menjadi langka dan dicari oleh para pelanggan yang butuh stempel
cepat, karena pembuatannya mudah. Saya hanya harus menggambar pola di atas
bahan karet, setelah selesai diberi pegangan kayu di atasnya,” jelas ayah dua
anak ini.
Dengan menjalani usaha ini selama bertahun-tahun, dia mampu
menghidupi isteri dan kedua anaknya. Saat ini anak pertamanya berusia 13 tahun
sedang duduk di bangku kelas Sembilan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan anak
keduanya sekarang berusia tujuh tahun dan bersekolah di kelas satu sekolah
dasar. Garyono bersyukur, meski penghasilannya tidak menentu jumlah per
bulannya, dia tetap optimis dan terus konsisten menekuni pekerjaan yang juga
menjadi hobinya ini, yang ia pelajari secara otodidak dari para pengrajin seni
pahat di kampungnya dahulu.
Setiap harinya dari pukul 07.30 sampai 19.30 WIB, Garyono membuka
kios dan siap menerima pesanan stempel dari para konsumennya. Meski harus
bersaing dengan banyak pemilik usaha serupa di tempat yang sama, dia tetap
optimis dan mampu bertahan sekian lama. Selain menawarkan jasa pembuatan
stempel, Garyono juga menerima jasa percetakan dan pembuatan banner,
tapi untuk pekerjaan itu, dia bertukar jasa dengan kawannya pemilik usaha
percetakan di tempat lain.
Garyono, memilih cara tradisional dan konsumen pun masih membutuhkan hasil karyanya |
Tapi, tak jarang Garyono juga mengalami banyak kendala. Katanya,
ada beberapa konsumen yang memaksa stempel harus selesai dengan cepat, tapi di
sisi lain dia juga sedang mengerjakan stempel yang sudah dipesan dari konsumen
beberapa hari lalu. Ketika itu terjadi, terkadang ia juga sering ditinggalkan
konsumennya yang beralih ke kios yang lain.
“Meskipun harus bersaing dengan banyak pemilik kios yang lain, saya
percaya rezeki sudah Allah atur. Karena itu, saya tetap bertahan menggunakan
cara tradisional dan saya lebih suka dengan keterampilan tradisional seperti
ini, dibandingkan harus bekerja dengan orang lain,” tambahnya.
Kata Garyono, lebih baik bekerja menjalani usaha sendiri
dibandingkan menjadi pegawai atau pesuruh orang lain. Karena itu, pekerjaan ini
bisa membuatnya menjadi bos dan tidak perlu disuruh orang lain. Perihal cara
tradional yang tetap ia pertahankan, Garyono beralasan, ketika perkembangan
teknologi semakin cepat, dia merasa barang-barang tradisional justru semakin
dicari orang, karena unik dan bahkan harganya bisa menjadi lebih mahal.
“Semoga usaha saya ini bisa
terus maju dan bertahan, agar bisa menghidupi keluarga dan anak-anak bisa terus
bersekolah,” harap Garyono. (Fauziah)
Terbit di Majalah Swara Cinta Dompet Dhuafa Republika Edisi 49
Tidak ada komentar:
Posting Komentar