Sosok
Drs. Rini Laili Prihatini, M.Si.
-Inisiator Bank Sampah
Pada era globalisasi sekarang, sampah menjadi salah satu masalah
dalam pelestarian lingkungan. Bagaimana tidak, setiap hari banyak sampah kita
temui di jalan, di tempat umum, bahkan di gedung perkantoran sekalipun.
Kesadaran masyarakat untuk membuang
sampah pada tempatnya juga belum seratus persen mengena. Alhasil, sampah dan
penanganannya juga masih harus terus berlanjut sampai kapanpun, demi tercipta
lingkungan yang bersih dan lestari.
Masalah sampah ini mendorong para Dosen di Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi (Fidkom) UIN Jakarta, untuk bersinergi membuat sampah menjadi
bermanfaat. Caranya adalah dengan mengajak masyarakat membuat sampah sebagai
tabungan, yang biasa disebut dengan Bank Sampah. Ya, bank yang biasanya
menyimpan uang, kini dibuat menarik masyarakat agar senantiasanya turut aktif
menjaga lingkungan melalui bank sampah. Mereka bisa menabung sampah dan bahkan
mendapatkan uang dari sampah tersebut.
Adalah Rini Laili Prihatini, dosen di Fidkom UIN Jakarta, sebagai
pencetus ide bank sampah ini. Total anggota timnya yang diberi nama Bersih
Melati Fidkom ini, berjumlah enam orang, yaitu berasal dari para dosen dan
alumni. Mereka bekerja sama membuat sistem bank sampah bagi masyarakat sejak
2012 lalu.
“Saat ini, Alhamdulillah sudah ada sepuluh kelompok yang
aktif berorganisasi mengelola bank sampah Melati Bersih Fidkom. Mereka
tersebar di Tangerang Selatan, Depok, Bogor, dan Bekasi,” jelas Rini.
Awalnya,
kata Rini, para dosen Fidkom ini belajar tentang sistem membuat bank sampah
yang ideal oleh sang ahli dari Universitas Terbuka. Setelah itu mereka pun
membuat bank sampah dan menyosialiasikannya kepada masyarakat di beberapa
wilayah. Semula ada yang menolak dan menganggap remeh program ini, tapi lama-kelamaan,
kata Rini, bank sampah menjadi daya tarik tersendiri bagi mereka
Rini (kerudung merah muda) saat peresmian bank sampah di Citayam, Depok pada tahun 2012 lalu. Dok. Pribadi |
Menyasar kelompok Pengajian
Hal yang membedakan bank sampah ini dengan yang lain, yaitu sasaran
programnya. Rini bersama tim lebih fokus kepada kelompok para ibu pengajian.
Mereka yang tidak mempunyai kegiatan di luar rumah, selain mengaji. Karena itu,
Melati Bersih Fidkom ini mengajak mereka membuat bank sampah di
lingkungan pengajian mereka. Sosialiasai pun dilakukan, pertama mereka diberi
penyulusah dan ceramah agama tentang pelestarian lingkungan. Setelah itu, Rini
dan tim menawarkan program bank sampah ini dengan arahan sistem pembukuan,
penimbangan sampah, sampai pengelolaanya
sampai dibentuk kepengurusan. Selain itu juga ada acara launching sampai
evaluasi program secara berkala. Di sini, Rini dan tim hanya
sebagai jembatan untuk mengelola bank sampah, semua yang mengurus selajutnya
dilakukan oleh para ibu tersebut. Karena tim Bersih Melati Fidkom ini bersifat
sukarela dengan slogan untuk program bank sampah, yaitu “Dari, Untuk, dan Oleh
Masyarakat”.
Karena sasaran programnya adalah ibu-ibu pengajian, bank sampah ini
mempunyai sistem yang sedikit berbeda. Setiap minimal tiga bulan sekali, ketika
mengaji mereka akan membawa tabungan sampah (biasanya mereka letakkan dalam
karaung-karung), dan setelah selesai mengaji akan dilakukan penimbangan. Jumlah
uang yang mereka dapat dari sampah-sampah yang dikumpulkan tersebut digunakan
untuk beragam keperluan, seperti
tabungan hari raya, pembayaran premi BPJS, bahkan tabungan umroh. Karena
itu, bank sampah ini juga bisa menarik minat ibu-ibu yang lain, yang sebelumnya
tidak ikut pengajian, menjadi ikut aktif mengaji.
“Alhamdulillah, saat ini pengelolaan bank sampah semakin
berkembang, seperti niat kami dari awal adalah membuat program yang bisa
bermanfaat untuk pemberdayaan perempuan muslimah menjadi cerdas dan berdaya
secara ekonomi,” tambah Rini yang juga pernah aktif di Pusat Studi Gender dan
Anak (PSGA) UIN Jakarta ini.
Menjadikan Sampah Seperti Emas
Terkadang, kata Rini, para ibu tersebut juga bosan jika kegiatan
program bank sampah hanya seputar menimbang dan menabung saja. Karena itu, Melati
Bersih Fidkom pun berinovasi. Caranya adalah dengan melakukan daur ulang.
Para ibu diberikan pelatihan untuk membuat keterampialn dari bahan daur ulang,
seperti dari botol minuman bekas, sampah kantung plastik, sampai sampah bungkus kopi atau sabun pencuci
piring. Sampah-sampah itu dibersihkan dan selanjutnya dibuat keterampilan
dengan desain menarik menjadi gantungan kunci, tas, tempat tisu, dompet, dan
lainnya yang dijual dengan harga mulai Rp 5000 sampai Rp 150.000.
Tapi, ada beragam kendala untuk melanjutkan program ini. Kata Rini,
ketika hasil kerajinan tangan daur ulang ini sudah jadi, pemasarannya masih
sulit. Terkadang, Rini dan tim juga ikut aktif menjual barang-barang tersebut
dari pameran ke pameran atau melalui kontak kepada kolega-kolega terdekat saja.
Untuk itu, Rini berharap ke depan, bank sampah ini juga mempunyai satu toko yang menjual hasil
keterampilan daur ulang , sehingga sampah pun bisa bermanfaat dan bernilai
seperti emas.
“Saat ini, kami juga sedang menyasar kelompok pesantren dan
kelompok lainnya, agar kesadaran menjaga lingkungan di masyarakat semakin
meluas. Karena program bank sampah ini bisa bermanfaat bagi masyarakat luas, “ tambah Rini. (Fauziah)
Terbit di Majalah Swara Cinta Edisi 49
Tidak ada komentar:
Posting Komentar